MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Peduli Nusantara Tunggal ( PPNT ) berpendapat bahwa, pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana, dan sudah lazim terjadi.
Namun demikian, meskipun kelihatannya sederhana, pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat.
Manipulasi data kependudukan memiliki akibat hukum seperti yang telah disebutkan pada UU No.24 Tahun 2013 pasal 1 point 9, bahwa data kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Adapun bentuk-bentuk dari dokumen kependudukan tersebut, pada intinya meliputi antara lain Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Akta/Surat Nikah/Cerai, Akta Kelahiran/Kematian, Akta Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan.
Perubahan elemen data kependudukan harus dilaporkan kepada instansi pelaksana agar data kependudukan menjadi akurat dan mutakhir karena dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan sangat membutuhkan data yang akurat berimplikasi pada pelayanan publik dan pembangunan di sektor lain.
Banyak yang terjadi di lapangan adalah tingkat pendidikan penduduk di Kartu Keluarga tidak pernah dirubah meskipun anak tersebut sudah lulus SD bahkan ada yang hingga lulus sarjana data tersebut tidak pernah diperbaharui.
Disebutkan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan bahwa:
Pasal 93 :
Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Pasal 94 :
Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 96A :
Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Artur / Tim )