MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | KETAPANG.
Lahan Perusahaan sawit PT. Sandai Makmur Sawit (SMS) dan PT Mukti Plantation (MP) seluas sekitar 1.370 hektar milik masyarakat di tiga (3) Desa Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang provinsi Kalimantan Barat diduga masih bertsatus sengketa dengan masyarakat Tiga Desa di Kecamatan Sandai.
Permasalahan ini mendapat tanggapan serius dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR – RI) yang juga mantan Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis.
Menurutnya, konflik tanah di Kalimantan Barat (Kalbar) antara korporasi dengan warga setempat sudah berlangsung sejak dulu. Banyak persoalan tidak kunjung selesai lantaran kurang ketegasan pemerintah. Kondisi tersebut berlangsung hingga kini.
“Kementerian ATR/BPN harus bisa menyelesaikan masalah pertanahan, khususnya terkait Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang didalamnya masih terdapat perkampungan dan kebun yang tidak diperjual belikan masyarakat,” kata Anggota Komisi II DPR RI, Cornelis, dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (16/9/2024).
Menurut Cornelis , masih banyak HGU yang didalamnya ada perkampungan dan kebun yang tidak diperjual belikan masyarakat dirusak oleh Perusahaan tanpa koordinasi dengan mesyarakat serta perangkat desa setempat.
“Kita mau ATR BPN membantu menyelesaikannya. Begitu juga bersama Kementerian Kehutanan, terkait kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Itu juga banyak bermasalah,” kata Cornelis
Dilain pihak media ini juga mengkonfirmasi M. Sandi selaku Ketua Koperasi Nasional UMKM Produsen Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, menerangkan bahwa Kepala Desa Penjawaan, Kepala Desa Sandai dan Kepala Desa Mensubang serta seluruh masyarakat di ketiga Desa tersebut, tidak mengetahui izin IUP-HGU kedua perusahaan tersebut. Masyarakat yang tergabung dalam koperasi ini dengan tegas di tiga desa tersebut membuat pernyataan yang bertanda tangan menolak kehadiran PT. Sandai Makmur Sawit (SMS) dan PT Mukti Plantation (MP), karena kehadiran kedua perusahaan tersebut diduga sangat meresahkan msyarakat. Masyarakat merasa sangat dijajah oleh perusahaan tersebut karena lahan dan kebun masyarakat telah dirampas, dirusak, diserobot lahan milik masyarakat bahkan masyarakat dengan tegas merasa sangat dirugikan dengan kehadiran kedua perusahaan tersebut.
“Ini (penyerobotan lahan red) merupakan bentuk kapitalisme kuno, di mana seenaknya saja melakukan pencaplokan lahan tanpa melalui aturan yang benar,” kata Ketua Koperasi Nasional Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, M. Sandi, dalam keterangannya, Senin (16/9/2024).
Ketua Koperasi tersebut juga menegaskan bahwa Pemda Ketapang haruslah taat Peraturan perundang-undangan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jangan hukum tajam kebawah tumpul tumpul keatas, berbuatlah seadil-adilnya kepada rakyat.
Akibat tindakan tersebut, Sandi, bukan saja rakyat yang dirugikan, tapi negara juga mengalami kerugian. Pasalnya, PT Mukti Group bukan saja memakai tanah dan kebun warga tanpa ada komunikasi dan pembagian keuntungan, melainkan merambah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hingga negara dirugikan triliunan rupiah melalui hasil panennya. Bahkan diduga keras kedua perusahaan tersebut tidak membayar pajak (MBLB) pembangunan jalan di area kebun tersebut yang menggunakan tanah latrit dengan kapasitas jutaan kubik. Diduga / indikasi keras pembangunan perumahan perkantoran diwilayah timur oleh PT. Sandai Makmur Sawit (SMS) dan PT Mukti Plantation (MP) tidak menutup kemungkinan tidak mempunyai ijin yang sah di pemerintahan.
“Sangat disayangkan karena sepertinya pejabat daerah justru pro ke perusahaan tersebut dan membiarkan warganya ditindas,” Tutup M. Sandi.
Hingga berita ini terbit, media ini belum bisa menghubungi pihak perusahaan sawit yang dipermasalahkan ini. media ini terus melakukan pendalaman terhadap permasalahan ini.
Al badri : Tim.