MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | SIMALUNGUN – Dewan Pimpinan Pusat Pesuli Nusantara Tunggal jakarta berpendapat bahwa, penyeludupan hukum (fraus legis) dalam konteks Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah upaya yang dilakukan untuk menghindari ketentuan hukum yang berlaku atau untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai melalui cara yang sah sesuai dengan hukum yang berlaku dalam sengketa Tata Usaha Negara.
Ini seringkali terjadi ketika seseorang atau badan hukum perdata mencoba menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau prosedur yang benar untuk mendapatkan keuntungan atau menghindari kewajiban hukum.
Salah satu instrumen vital dalam kebijakan ini adalah redistribusi tanah kepada petani melalui Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria, yang dikenal sebagai SK-Kinag.
Redistribusi tanah melalui program landreform bukan hanya sebuah agenda teknokratik, tetapi merupakan bentuk kehadiran nyata negara dalam upaya mewujudkan keadilan sosial, khususnya dalam hal pemerataan penguasaan dan kepemilikan tanah di kalangan warga negara Indonesia.
Redistribusi tanah melalui program landreform bukan hanya sebuah agenda teknokratik, tetapi merupakan bentuk kehadiran nyata negara dalam upaya mewujudkan keadilan sosial, khususnya dalam hal pemerataan penguasaan dan kepemilikan tanah di kalangan warga negara Indonesia.
Penerbitan SK-Kinag oleh Menteri Agraria melalui Kepala Inspeksi Agraria menjadi bukti legalitas sekaligus legitimasi pemberian hak atas tanah kepada petani.
Tanah-tanah yang diperoleh dari keputusan ini umum dikenal sebagai “tanah Kinag”, yakni tanah hasil landreform yang telah melalui proses seleksi dan verifikasi ketat sesuai syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah.
Definisi Penyeludupan Hukum :
- Penyeludupan hukum terjadi ketika seseorang atau badan hukum berusaha untuk menghindari ketentuan hukum yang berlaku, dengan cara menyalahgunakan atau mengabaikan ketentuan tersebut, untuk mencapai tujuan yang tidak sah atau tidak sesuai dengan maksud hukum.
Contoh Penyeludupan Hukum :
- Menghindari Jangka Waktu Gugatan: Upaya untuk menghindari batas waktu 90 hari untuk mengajukan gugatan ke PTUN.
Menggunakan Prosedur Hukum yang Salah :
- Menggunakan prosedur hukum yang tidak sesuai dengan kasus yang sedang ditangani, untuk menghindari penerapan prosedur yang benar.
Memalsukan Bukti :
- Menyajikan bukti yang tidak benar atau dimanipulasi untuk mendukung gugatan atau pertahanan hukum.
Dalam sistem hukum agraria Indonesia, Sertifikat Hak Milik (SHM) seharusnya menjadi mahkota tertinggi dalam hirarki bukti kepemilikan atas tanah.

Sertifikat ini tidak hanya diakui secara yuridis, tetapi juga dihormati sebagai instrumen bernilai tinggi dalam transaksi keuangan.
dapat dijadikan jaminan kredit, diakui dalam proses hukum, serta mencerminkan kepastian dan legitimasi atas hak seseorang terhadap sebidang tanah.
Namun sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, nilai kehormatan SHM itu seakan mulai pudar.
Dalam sejumlah kasus, sertifikat yang seharusnya menjadi bukti paling sah justru tidak mampu melindungi pemiliknya.
Negara, yang seharusnya hadir sebagai pelindung hak-hak rakyat, justru tampak diam dan membisu bahkan terkesan mengabaikan dalam menghadapi keganasan mafia tanah yang semakin sistematis di wilayah hukum kabupaten simalungun.
Modus operandinya makin canggih: mulai dari pemalsuan dokumen, rekayasa data dalam sistem elektronik pertanahan, hingga kolusi dengan oknum aparat dan pejabat instansi terkait. Mafia tanah kini tidak bekerja sendiri; mereka kerap dibekingi oleh aktor-aktor bersenjata hukum, dari notaris, oknum BPN, hingga pejabat daerah.
Hal ini bukan sekadar pelanggaran administratif , melainkan bentuk nyata dari perampasan hak yang dilindungi konstitusi.
- Pasal 33 UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam konteks ini, negara berkewajiban menjamin kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah bagi setiap warganya.
Temuan Team Investigasi S3 PPNT di Lapangan baik wawancara langsung dengan masyarakat yang menjadi korban mafia peradilan kami sangat Sayangkan,kasus ini di Sumatera Utara, SHM yang telah diterbitkan melalui Keputusan Kanwil Badan Pertanahan Nasional justru menjadi tidak berdaya saat mafia tanah diduga berhasil mengakses sistem administrasi pertanahan.
- Mereka bahkan dapat memaksa pelaksanaan Putusan Kasasi No. 546 K/TUN/2022 tanpa melalui prosedur permohonan Penetapan Eksekusi TUN.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik mafia tanah mustahil tumbuh subur tanpa adanya keterlibatan oknum aparat. Ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga krisis keadilan dan moralitas dalam tata kelola pertanahan kita.
Ketika sertifikat sudah tidak mampu memberikan perlindungan, dan negara kehilangan taringnya untuk menegakkan hukum, maka yang terancam bukan hanya pemilik tanah, tetapi juga sendi-sendi kepercayaan publik terhadap negara hukum.
Sudah saatnya negara tidak hanya hadir di atas kertas.
- Reformasi sistem pertanahan harus menjadi prioritas nasional, dengan pemberantasan mafia tanah sebagai agenda utama.
- Sertifikat Hak Milik harus kembali menjadi simbol kehormatan dan jaminan hak yang tidak bisa diganggu gugat oleh kekuatan mana pun baik yang berbaju hukum maupun yang berselimut kuasa.
Menggunakan prosedur hukum yang tidak tepat :
- Penggugat atau tergugat mungkin berusaha untuk memanfaatkan prosedur hukum yang tidak sesuai dengan kasus yang sedang ditangani, untuk menghindari penerapan prosedur yang benar.
Memalsukan bukti:
- Pihak yang terlibat dalam sengketa mungkin menyajikan bukti palsu atau dimanipulasi untuk mendukung gugatan atau pertahanan mereka.
Pencegahan penyeludupan hukum dalam PTUN penting untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan efisien, serta untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. (Arthur Noija SH/Tim)