MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | Kebebasan pers adalah salah satu pilar penting demokrasi. Di dalamnya terkandung hak wartawan dan lembaga media untuk mencari, menyampaikan, dan menyebarkan informasi secara jujur dan bertanggung jawab, tanpa intimidasi, tekanan, apalagi ancaman. Namun, realitas di lapangan—terutama di daerah—sering kali berkata lain.
Pers lokal kerap menjadi garda terdepan dalam mengungkap persoalan masyarakat. Mereka lebih dekat dengan sumber persoalan, lebih peka terhadap dinamika sosial dan politik setempat. Namun sayangnya, justru karena kedekatan ini, media lokal sering mengalami tekanan dari pihak-pihak yang merasa terganggu oleh pemberitaan yang objektif.
Tekanan itu bisa berbentuk halus—seperti pemutusan kerjasama iklan dan akses informasi—hingga bentuk kasar, seperti intimidasi langsung, persekusi, bahkan ancaman fisik. Dalam banyak kasus, kekuasaan lokal belum sepenuhnya menghormati peran pers sebagai kontrol sosial.
Padahal, semangat reformasi dan konstitusi kita menjamin kemerdekaan pers sebagai bagian dari hak asasi manusia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menyebutkan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, ataupun pelarangan penyiaran.
Maka menjadi tanggung jawab semua pihak—baik pemerintah, aparat, hingga masyarakat—untuk melindungi kemerdekaan pers, khususnya di daerah. Media harus diberi ruang untuk menyuarakan kebenaran, tanpa takut kehilangan akses, pemasukan, atau bahkan keselamatan.
Sebagai insan pers, kita juga dituntut untuk menjaga integritas dan profesionalisme. Memberitakan secara berimbang, berdasarkan fakta, dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Dengan itu, kepercayaan publik akan terjaga, dan tekanan dari luar pun bisa dilawan dengan kekuatan moral.
Pers bukan musuh pemerintah, melainkan mitra dalam membangun transparansi dan keadilan. Saat suara pers dibungkam, maka yang hilang bukan hanya berita—tetapi juga kebenaran.(Tim)