MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | JEPARA (JATENG) ~ Kepala Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Ambar Zulaikha, diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan izin pembangunan Gardu Induk PLN di atas tanah bengkok desa tanpa melalui mekanisme musyawarah desa sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Keputusan sepihak ini memicu penolakan keras dari warga yang menilai proyek tersebut tidak transparan, berpotensi melanggar hukum, serta membahayakan keselamatan masyarakat.

Rencana pembangunan Gardu Induk PLN di Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, kini menjadi polemik serius. Warga menuding Ambar Zulaikha, Kepala Desa Tunggul Pandean, telah bertindak sewenang-wenang karena memberikan izin penggunaan tanah bengkok desa untuk proyek tersebut tanpa melibatkan musyawarah desa.
Padahal, sesuai UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, setiap pemanfaatan aset desa, termasuk tanah bengkok, harus diputuskan bersama melalui musyawarah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat.
Lokasi Dinilai Tidak Layak dan Bahayakan Warga
Proyek gardu induk itu direncanakan berdiri di dekat permukiman padat penduduk. Warga menilai lokasi tersebut sangat tidak layak karena berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan.
Sesuai UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 9 dan 10 mengatur bahwa penyediaan tenaga listrik wajib memperhatikan keselamatan umum, kesehatan, serta kelestarian lingkungan hidup. Pasal 29 menegaskan, setiap instalasi tenaga listrik harus memenuhi standar keselamatan.
Selain itu, Permen ESDM No. 13 Tahun 2021 tentang Ruang Bebas dan Jarak Aman Infrastruktur Ketenagalistrikan, mengatur bahwa gardu induk tidak boleh dibangun terlalu dekat dengan rumah penduduk. Fakta di lapangan menunjukkan lokasi proyek berada hanya beberapa meter dari permukiman warga.
“Pendirian Gardu Induk PLN ini tanpa sosialisasi. Selain itu, lokasinya sangat dekat dengan rumah penduduk dan bersebelahan dengan tanah saya,” kata Suliyono, warga RT 06 RW 02, Jumat (10/5/2025).
Suliyono menegaskan, pasokan listrik di desa sudah mencukupi. “Kalau memang mau bangun gardu induk, lebih baik dialihkan ke desa lain yang masih membutuhkan dan warganya mengizinkan,” ujarnya.
Protes Warga Diabaikan
Warga telah berulang kali menyampaikan keberatan, baik secara langsung maupun melalui surat resmi, namun tidak pernah direspons oleh kepala desa. Surat penolakan bahkan telah dilayangkan ke PLN, Bupati Jepara, DPRD Kabupaten Jepara, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Hingga kini, belum ada tindak lanjut ataupun jawaban yang jelas dari instansi terkait.
Kekecewaan warga memuncak saat mereka mendatangi balai desa untuk meminta klarifikasi langsung. Namun, pertemuan tersebut gagal menghasilkan kesepakatan.
“Warga berharap pemerintah menindaklanjuti keluhan ini, mengusut secara tuntas, dan memastikan aturan hukum ditegakkan demi rasa keadilan,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Potensi Pelanggaran Hukum
Kasus ini berpotensi menjerat Kades Ambar Zulaikha dengan sejumlah pelanggaran:
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa – Pasal 76 tentang pengelolaan aset desa.
Permendagri No. 1 Tahun 2016 – yang mewajibkan pemanfaatan aset desa melalui musyawarah.
UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan – Pasal 9, 10, dan 29 terkait keselamatan umum dan lingkungan.
Permen ESDM No. 13 Tahun 2021 – tentang jarak aman gardu induk dari permukiman.
Jika terbukti ada praktik gratifikasi dalam proses izin lahan, maka dapat diperluas ke jeratan UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Tuntutan Warga: Hentikan Proyek, Tegakkan Aturan
Masyarakat Desa Tunggul Pandean menuntut proyek gardu induk dihentikan sementara sampai ada kejelasan hukum dan keterbukaan proses perizinan. Mereka juga meminta pemerintah daerah hingga aparat penegak hukum untuk turun tangan melakukan investigasi.
“Jangan sampai keputusan sepihak kepala desa mengorbankan kesehatan, keselamatan, dan masa depan warga. Negara harus hadir untuk melindungi rakyat,” tegas warga dalam aksi penolakan terakhir.
( Petrus Kaperwil Jateng )