MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | Tanah Datar Ranah, Minangkabau (Sumatera Barat) — Tidak semua orang bisa menyandang nama “Sutan” di depan namanya. Dalam adat Minangkabau, nama tersebut bukan sekadar panggilan, melainkan gelar kebangsawanan yang memiliki nilai sejarah dan garis keturunan yang jelas.

Bagi keturunan Sultan Alam Bagagarsyah, Raja Pagaruyung terakhir yang diakui secara adat, nama “Sutan” merupakan hak turun-temurun dari garis ayah (patrilineal). Anak laki-laki dari keturunan Sultan Alam Bagagarsyah secara otomatis berhak memakai gelar “Sutan” sejak lahir, sebagai tanda kehormatan dan identitas darah bangsawan Minangkabau.
Gelar “Sutan” sendiri melambangkan kepemimpinan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab terhadap kaum serta nagari. Ia menggambarkan peran seorang laki-laki Minangkabau yang berasal dari garis keturunan raja, yang diharapkan menjadi panutan dalam adat dan kehidupan sosial masyarakat.
Tradisi ini hingga kini masih dijaga di sejumlah nagari di Tanah Datar, seperti Sumanik, Sungai Tarab, dan sekitarnya. Di daerah tersebut, keturunan Sultan Alam Bagagarsyah tetap mempertahankan silsilah dan kebanggaan atas darah biru yang mereka warisi.
Sebagai contoh, di Nagari Sumanik, Sultan Alam Bagagarsyah — Raja terakhir Pagaruyung — memiliki anak bernama Sutan Abdul Hadis, yang kemudian menurunkan Sutan Badrun Syah, dilanjutkan dengan Sutan Ismail, dan kemudian Sutan Indra Ismail (Rahimullah).
Mereka semua telah berpulang, namun garis keturunan tetap berlanjut.
Seharusnya, anak laki-laki dari almarhum Sutan Indra Ismail juga berhak menyandang gelar “Sutan”. Namun, karena faktor modernitas dan kehidupan di rantau, gelar itu sempat tidak disematkan. Kini, generasi cucu seperti Sutan Rafa dan Sutan Dzaki kembali menyandang nama tersebut sebagai bentuk pelestarian adat dan pengenalan jati diri terhadap warisan leluhur.
“Gelar Sutan bukan sembarang nama. Ia adalah warisan raja dan lambang darah bangsawan Minangkabau. Anak laki-laki dari keturunan Sultan Alam Bagagarsyah memang berhak menyandangnya sejak lahir, karena itu bagian dari marwah keluarga kerajaan Pagaruyung,”
ujar Sutan Marsel Cucu dari Sutan Ismail yang bermukim di Nagari Sumanik Rabu (22/10/2025).
penyematan nama “Sutan” tanpa dasar keturunan yang sah dapat dianggap melanggar norma adat, sebab gelar itu hanya boleh disandang oleh mereka yang berasal dari garis darah raja atau penghulu tinggi.
“Adat tidak melarang orang memakai nama indah, tapi jika menyangkut gelar kebangsawanan seperti ‘Sutan’, ada garis keturunan yang harus dihormati. Itu bukan hanya soal nama, tapi soal silsilah dan tanggung jawab adat,” tambahnya.
Dengan demikian, gelar “Sutan” bukan sekadar penanda identitas, melainkan juga simbol kehormatan dan kebesaran Minangkabau yang terus hidup melalui keturunan Sultan Alam Bagagarsyah dan keluarga kerajaan Pagaruyung hingga kini.
(Ferdi/Kabiro Padang)









