Scroll untuk baca artikel
Example 250
Example 728x250
AcehBeritaDaerahNews

Lembah Tari Desak APH Usut Kembali Kasus Ubi Kayu Yang Menjerat Petani Miskin di Aceh Tamiang

×

Lembah Tari Desak APH Usut Kembali Kasus Ubi Kayu Yang Menjerat Petani Miskin di Aceh Tamiang

Sebarkan artikel ini

MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | ACEH TAMIANG — Janji pahit ubi kayu, kini petani yang menanggung dosa atas kelakuan Ketua Kelompok Tani (Poktan), Petani miskin yang dijadikan kambing hitam atas kegagalan proyek dari sebuah program yang melibatkan satu lembaga keuangan daerah.

Hal tersebut di sampaikan Direktur Eksekutif LembAHtari Sayed Zainal M, SH, kepada awak media, Jum’at (7/11/2025).

Ketika janji manis berubah jadi jerat utang; kisah 20 petani Aceh Tamiang yang tergadai demi program Ubi Kayu.

Di sebuah rumah kayu di pinggiran Kecamatan Tamiang Hulu, wajah M. Yusuf, 54 tahun, tampak lelah. Tangannya menggenggam selembar surat dari PT. Bank Aceh Syariah (BAS) Cabang Aceh Tamiang; surat peringatan pelunasan pinjaman pembiayaan program Musyakarah Ubi Kayu. Di ujung surat, tertera ancaman: “Akan dilakukan eksekusi agunan bila tidak ada pelunasan.”

“Rumah ini yang mau mereka ambil,” suaranya serak, nyaris berbisik. “Padahal saya Cuma ikut program karena diajak Wagirun. Katanya, nanti kalau panen berhasil, semua bisa lunas.” Kini, tak ada panen, yang tersisa hanya tumpukan utang dan rasa sesal.

Pada Tahun 2022 silam, di tengah pandemi Covid-19, Wagirun, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Mekar Kembali datang dengan gagasan besar. Ia meyakinkan warga bahwa Bank Aceh Syariah membuka peluang pembiayaan “tanpa risiko” bagi petani yang ingin menanam ubi kayu.

“Program ini berkah, Cuma perlu tanam, nanti hasil panen bagi dua,” begitu kira-kira kata Wagirun dalam rapat kelompok waktu itu.

Sebanyak 20 orang warga menyerahkan sertifikat tanah dan rumah mereka sebagai jaminan. Masing-masing menerima Rp50 juta rupiah pembiayaan, total Rp1 miliar cair dari kas Bank Aceh Syariah.

Namun tak banyak yang tahu, sebagian besar dari mereka bukan anggota resmi Poktan. Mereka hanya “dipinjam nama”-kan oleh Wagirun untuk memenuhi syarat administratif program.

“Kami percaya, karena yang mengurus semua dia [Wagirun]. Kami pikir ini benar-benar program pemerintah,” ujar salah satu petani perempuan yang kini terancam kehilangan kebunnya.

Kemudian, penanaman ubi kayu tersebut menggunakan lahan seluas 40 hektar, yang ternyata bukan lahan pertanian biasa.

Pihak Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) menemukan, area itu masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan Hutan Produksi Cempege, Kecamatan Bandar Pusaka.

“Ini pelanggaran berlapis. Lahan ilegal, perizinan lemah, dan pembiayaan tetap disetujui,” ungkap Sayed Zainal M, SH., Direktur Eksekutif LembAHtari, yang mendampingi para petani sejak awal 2022.

Panen pertama gagal. Tanaman ubi kayu membusuk, sebagian lahan tak bisa diakses karena status kawasan hutan.

Proyek berhenti, dan pembayaran macet. Namun surat tagihan terus datang ke rumah-rumah warga.

“Kami ini bukan maling. Kami hanya petani yang ingin hidup lebih baik. Tapi kenapa yang menipu malah dibiarkan?”
(M. Yusuf, anggota Poktan Mekar Kembali)

Selanjutnya, LembAHtari bergerak cepat. Mereka melapor ke DPRK Aceh Tamiang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Polda Aceh. Namun, Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRK pada awal 2023 tak membuahkan hasil. “Wakil rakyatnya cuci tangan,” kata Sayed.

Satu tahun lamanya LembAHtari menunggu, hingga akhirnya Polda Aceh mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/59.a/II/RES.2.2/2024, dan kemudian meningkatkan statusnya menjadi penyidikan.

Tim Subdit II/Fismondev Ditreskrimsus Polda Aceh turun langsung ke lokasi, memeriksa 18 orang petani korban dan memanggil Wagirun untuk klarifikasi.

“Ini bukan sekadar gagal tanam, ini dugaan manipulasi sistem pembiayaan syariah,” ujar Sayed. “Ada indikasi kuat uang rakyat Aceh sebesar Rp1 miliar menguap begitu saja.”

Atas perihal itu, pihak Manajemen Bank seakan tutup mata. Sehingga menimbulkan pertanyaan besar kini tertuju pada pihak PT. Bank Aceh Syariah Cabang Aceh Tamiang. Mengapa pembiayaan tetap dijalankan padahal lokasi penanaman berada di kawasan hutan dan masa pandemi yang menghambat produksi?.

Dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa setiap pegawai atau manajemen bank yang lalai dalam memastikan kepatuhan prosedur dapat dipidana penjara hingga delapan tahun dan denda Rp10 miliar.

Namun hingga kini, belum ada penetapan tersangka, baik dari pihak Poktan maupun Bank Aceh Syariah. Sementara waktu terus berjalan, dan para petani makin terdesak.

Melalui program Ubi Kayu itu seharusnya menjadi pintu keluar dari kemiskinan. Tapi kini justru menjelma mimpi buruk. Rumah-rumah warga berpeluang disita, kebun tak lagi menghasilkan, dan nama baik petani tercemar.

“Yang paling menyakitkan,” kata Nuraini sambil menatap kosong, “kami dianggap menipu bank. Padahal kami yang ditipu.”

Di tengah himpitan itu, Wagirun masih bebas. Ia dikabarkan tetap aktif di lingkungan pertanian, bahkan sempat terlihat menghadiri pertemuan di kecamatan.

“Dia itu pongah. Seolah tak terjadi apa-apa,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya. “Padahal gara-gara dia, hidup kami porak-poranda.”

Kasus ini kini resmi berstatus penyidikan. Tim Ditreskrimsus Polda Aceh telah memeriksa dokumen, lahan, dan saksi-saksi. LembAHtari mendesak agar perkara segera dibawa ke meja hijau. Sayed menyebut, langkah hukum ini menjadi ujian bagi integritas aparat dalam menegakkan keadilan bagi rakyat kecil.

“Kami tak minta lebih,” ujarnya. “Cukup hukum ditegakkan dengan jujur. Jangan biarkan petani kecil menjadi korban dua kali (oleh janji palsu dan oleh sistem yang diam)”

Ketika hujan turun di Bandar Pusaka, lahan ubi kayu yang dulu menjanjikan kesejahteraan kini ditumbuhi semak belukar.
Di sana, masih tersisa papan nama bertuliskan Kelompok Tani Mekar Kembali – Program Ubi Kayu 2022. Catnya terkelupas, nyaris roboh dimakan waktu.

Ironi itu nyata. Program pemberdayaan yang seharusnya menjadi pengangkat ekonomi rakyat malah menenggelamkan mereka dalam jeratan hutang.

Dan di tengah suara jangkrik malam, ada satu nama yang masih bergema di antara para petani yaitu Wagirun. [].

Terkait kasus ini, yang statusnya sejak Mai 2025, sudah ditetapkan ke Tingkat Penyidikan, kami minta Direskrimsus Polda Aceh serius mengungkapkan kasus Kredit Macet Ubi Kayu tersebut, ucap Sayed Zainal mengakiri. (Kaperwil Aceh — Andre)

MABESMEDIAINVESTIGASI
Author: MABESMEDIAINVESTIGASI

MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID dalam menjalankan tugas, wajib memiliki Tanda Pengenal (Kartu Pers) yang masih aktif, Surat Tugas dan namanya tercantum dalam Box Redaksi. Laporkan segera bila ada tindakan melanggar Hukum dan Kode Etik Jurnalistik, yang mengatasnamakan MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID.

Example 300250

Tinggalkan Balasan