MEDIAINVESTIGASIMABES.CO.ID | Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal berpendapat bahwa kondisi peradilan di Indonesia.
keadilan telah “wafat” di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyusul kasus yang menimpa advokat Tony Budidjaja.
Sejarah mencatat bahwa salah satu bentuk ketidakadilan paling mencolok dalam sistem peradilan kita.
Adalah seorang Advokat yang bernama Tony Budidjaja telah dijerat oleh peradilan sesat, dan telah menjadi korban dari sistem yang seharusnya menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Team S3 PPNT menekankan bahwa kasus ini bukan hanya persoalan individu semata , melainkan sebuah ancaman besar bagi seluruh pencari keadilan di negeri ini.
Jika seorang advokat saja , yang merupakan benteng perlindungan hukum, bisa dikriminalisasi dengan semena-mena, bagaimana dengan rakyat kecil yang tidak memiliki akses terhadap keadilan.
Jika hukum bisa diperjualbelikan, apakah kita masih bisa berharap pada keadilan sejati yang sesungguhnya.
DPP-PPNT menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, advokat, aktivis, dan penegak hukum yang masih memiliki nurani untuk bergerak.

Kita tak bisa diam melihat hukum dijadikan alat penindasan.
Ini bukan hanya tentang satu putusan pengadilan—ini adalah peringatan bahwa siapa pun yang melawan ketidakadilan bisa dihancurkan oleh sistem yang korup.
SATU KATA “BANGKIT LAWAN ,KEADILAN TIDAK BOLEH MATI.”
Pernyataan DPP – PPNT tercetus sebagai respons terhadap putusan kontroversial yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap advokat rekan Tony Budidjaja, yang dianggap banyak pihak sebagai bentuk kriminalisasi terhadap profesi advokat dan ancaman terhadap penegakan hukum yang adil di Indonesia.
Dewan Pimpinan Pusat Peduli Nusantara Tunggal jakarta bahwa, 20 Februari 2025, sejarah kembali mencatat salah satu bentuk ketidakadilan paling mencolok dalam sistem peradilan di indonesia.
Advokat Tony Budidjaja dijerat oleh peradilan sesat, menjadi korban dari sistem yang seharusnya menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
Bukan sekadar kasus satu individu, ini adalah suatu ancaman bagi seluruh pencari keadilan di negeri ini
Jika seorang advokat, yang merupakan benteng perlindungan hukum, bisa dikriminalisasi dengan semena-mena, bagaimana dengan rakyat kecil yang tidak memiliki akses terhadap keadilan.
Jika hukum bisa diperjualbelikan, apakah kita masih bisa berharap pada keadilan sejati.
Kasus ini bukan hanya soal Tony Budidjaja, melainkan sinyal bahaya bagi semua yang berani memperjuangkan keadilan.
Hari ini, seorang advokat dibungkam. Besok, siapa lagi.
Apakah kita akan terus membiarkan hukum dipermainkan oleh kepentingan segelintir Pengusaha atau pihak elit yang berkuasa.
Oleh karena itu, kami menyerukan, kepada seluruh elemen masyarakat, advokat, aktivis, dan penegak hukum yang masih memiliki nurani untuk bergerak.
Kita tak bisa diam melihat hukum dijadikan alat penindasan.
Ini bukan hanya tentang satu putusan pengadilan ini adalah peringatan sangat kesar bahwa siapa pun yang melawan ketidakadilan bisa dihancurkan oleh sistem yang korup. Satu Kata Rapatkan Barisan “BANGKIT LAWAN KEADILAN TIDAK BOLEH MATI” (Arthur Noija SH/Tim)